Tampilkan postingan dengan label Hadist. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadist. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Maret 2016

Bahaya Dari Hadist Palsu

Di antara bencana besar yang menimpa kaum Muslimin sejak periode-periode pertama adalah tersebar luasnya hadits-hadits Dla’if (lemah) dan Mawdlu’ (palsu) di tengah mereka. Tidak ada seorang pun yang dikecualikan di sini sekalipun mereka adalah kalangan para ulama mereka kecuali beberapa gelintir orang yang dikehendaki Allah, di antaranya para imam hadits dan Nuqqaad (Para Kritikus hadits) seperti Imam al-Bukhary, Ahmad, Ibn Ma’in, Abu Hatim ar-Razy dan ulama lainnya.



Penyebaran yang secara meluas tersebut mengakibatkan banyak dampak negatif, di antaranya ada yang terkait dengan masalah-masalah aqidah yang bersifat ghaib dan di antaranya pula ada yang berupa perkara-perkara Tasyri’ (Syari’at).

Adalah hikmah Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui, bahwa Dia tidak membiarkan hadits-hadits yang dibuat-buat oleh orang-orang yang benci terhadap agama ini untuk tujuan-tujuan tertentu menjalar ke tubuh kaum Muslimin tanpa mengutus orang yang akan menyingkap kedok yang menutupi hakikatnya dan menjelaskan kepada manusia permasalahannya. Mereka itulah para ulama Ahli hadits dan pembawa panji-panji sunnah Nabawiyyah yang didoakan Rasullah dalam sabdanya, “Semoga Allah mencerahkan (menganugerahi nikmat) seseorang yang mendengarkan perkataanku lalu menangkap (mencernanya), menghafal dan menyampaikannya. Betapa banyak orang yang membawa ilmu tetapi tidak lebih faqih (untuk dapat menghafal dan menyampaikannya) dari orang yang dia sampaikan kepadanya/pendengarya (karena ia mampu menggali dalil sehingga lebih faqih darinya).” (HR.Abu Daud dan at-Turmudzy yang menilainya shahih).

Ilmu Mustholah Hadits

Para imam tersebut –semoga Allah mengganjar kebaikan kepada mereka dari kaum Muslimin- telah menjelaskan kondisi kebanyakan hadits-hadits tersebut dari sisi keshahihan, kelemahan atau pun kepalsuannya dan telah membuat dasar-dasar yang kokoh dan kaidah-kaidah yang mantap di mana siapa saja yang menekuni dan mempelajarinya secara mendalam untuk mengetahuinya, maka dia akan dapat mengetahui kualitas dari hadits apa pun meski mereka (para imam tersebut) belum memberikan penilaian atasnya secara tertulis. Itulah yang disebut dengan ilmu Ushul Hadits atau yang lebih dikenal dengan Ilmu Mushthalah Hadits.

buku-buku Takhriijaat

Para ulama generasi terakhir (al-Muta`akkhirin) telah mengarang beberapa buku yang khusus untuk mencari hadits-hadits dan menjelaskan kondisinya, di antaranya yang paling masyhur dan luas bahasannya adalah kitab al-Maqaashid al-Hasanah Fii Bayaan Katsiir Min al-Ahaadiits al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah karya al-Hafizh as-Sakhawy. Demikian juga buku semisalnya seperti buku-buku Takhriijaat (untuk mengeluarkan jalur hadits dan kualitasnya) yang menjelaskan kondisi hadits-hadits yang terdapat di dalam buku-buku pengarang yang buku berasal dari Ahli Hadits (Ulama hadits) dan buku-buku yang berisi hadits-hadits yang tidak ada asalnya seperti buku Nashb ar-Raayah Li Ahaadiits al-Bidaayah karya al-Hafizh az-Zaila’iy, al-Mugny ‘An Haml al-Asfaar Fii al-Asfaar Fii Takhriij Maa Fii Ihyaa` Min al-Akhbaar karya al-Hafizh al-‘Iraqy, at-Talkhiish al-Habiir Fii Takhriij Ahaadiits ar-Raafi’iy al-Kabiir karya al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalany, Takhriij Ahaadiits al-Kasysyaaf karya Ibn Hajar juga dan Takhriij Ahaadiits asy-Syifaa` karya Imam as-Suyuthy, semua buku tersebut sudah dicetak dan diterbitkan.

Hukum menyebarkan hadist palsu

Sekalipun para imam tersebut –semoga Allah mengganjar kebaikan kepada mereka- telah melanggengkan jalan kepada generasi setelah mereka, baik buat kalangan para ulama maupun para penuntut ilmu hingga mereka mengetahui kualitas setiap hadits melalui buku-buku tersebut dan semisalnya, akan tetapi –sangat disayangkan sekali- kami melihat mereka malah telah berpaling dari membaca buku-buku tersebut. Maka karenanya, mereka pun buta terhadap kondisi hadits-hadits yang telah mereka hafal dari para guru mereka atau yang mereka baca pada sebagian buku yang tidak interes terhadap hadits yang shahih dan valid. Karena itu pula, kita hampir tidak pernah mendengarkan suatu wejangan dari sebagian Mursyid (penyuluh), ceramah dari salah seorang ustadz atau khuthbah seorang khathib melainkan kita dapati di dalamnya sesuatu dari hadits-hadits Dla’if dan Mawdlu’ tersebut, dan ini amat berbahaya di mana karenanya dikhawatirkan mereka semua akan terkena ancaman sabda beliau SAW., yang berbunyi, “Barangsiapa yang telah berdusta terhadapku secara sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di api neraka.” (Hadits Shahih Mutawatir)

Walau pun secara langsung mereka tidak menyengaja berdusta, namun sebagai imbasnya mereka tetap berdosa karena telah menukil (meriwayatkan) hadits-hadits yang semuanya mereka periksa padahal mengetahi secara pasti bahwa di dalamnya terdapat hadits yang Dla’if atau pun hadits dusta. Mengenai hal ini, terdapat isyarat dari makna hadits Rasulullah yang berbunyi, “Cukuplah seseorang itu berdusta manakala ia menceritakan semua apa yang didengarnya (tanpa disaring lagi-red.,).” (HR.Muslim) dan hadits lainnya dari riwayat Abu Hurairah.

Kemudian dari itu, telah diriwayatkan bahwa Imam Malik pernah berkata, “Ketahuilah bahwa tidaklah selamat seorang yang menceritakan semua apa yang didengarnya dan selamanya, ia bukan imam bilamana menceritakan semua apa yang didengarnya.”

Pendapat Imam Ibn Hibban menganai hadist palsu

Imam Ibn Hibban berkata di dalam kitab Shahihnya, “Pasal: Mengenai dipastikannya masuk neraka, orang yang menisbatkan sesuatu kepada al-Mushthafa, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam., padahal ia tidak mengetahui keshahihannya,” setelah itu, beliau mengetengahkan hadits Abu Hurairah dengan sanadnya secara marfu’, “Barangsiapa yang berkata dengan mengatasnamakanku padahal aku tidak pernah mengatakannya, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” Kualitas sanad hadits ini Hasan dan makna asalnya terdapat di dalam kitab ash-Shahiihain dan kitab lainnya.

Selanjutnya, Ibn Hibban berkata, “Pembahasan mengenai hadits yang menunjukkan keshahihan hadits-hadits yang kami isyaratkan pada bab terdahulu,” kemudian beliau mengetengahkan hadits dari Samurah bin Jundub dengan sanadnya, dia berkata, Rasulullah SAW., bersabda, “Barangsiapa yang membicarakan suatu pembicaraan mengenaiku (membacakan satu hadits mengenaiku) di mana ia terlihat berdusta, maka ia adalah salah seorang dari para pendusta.” (Kualitas hadits ini Shahih, dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam mukaddimahnya dari hadits Samurah dan al-Mughirah bin Syu’bah secara bersama-sama). Ibn Hibban berkata, “Ini adalah hadits yang masyhur.” Kemudian dia melanjutkan, “Pembahasan mengenai hadits kedua yang menunjukkan keshahihan pendapat kami,” lalu dia mengetengahkan hadits Abu Hurairah yang pertama di atas.

Dari apa yang telah kami sampaikan di atas, jelaslah bagi kita bahwa tidak boleh menyebarkan hadits-hadits dan meriwayatkannya tanpa terlebih dahulu melakukan Tatsabbut (cek-ricek) mengenai keshahihannya sebab orang yang melakukan hal itu, maka cukuplah itu sebagai kedustaan terhadap Rasulullah yang bersabda, “Sesungguhnya berdusta terhadapku bukanlah berdusta terhadap salah seorang diantara kamu; barangsiapa yang berdusta terhadapku secara sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di api neraka.” (HR.Muslim dan selainnya)

(SUMBER: Mukaddimah Syaikh al-Albany di dalam bukunya Silsilah al-Ahaadiits adl-Dla’iifah Wa al-Mawdluu’ah Wa Atsaruha as-Sayyi` Fi al-Ummah, jld.I, h.47-51 dengan sedikit perubahan dan pengurangan)

Sabtu, 20 Februari 2016

Keutamaan Negeri Syam Sesuai Hadist

Penduduk Syam senantiasa berada di atas al-haqq yang dominan hingga datang Kiamat. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam

Penduduk Syam senantiasa berada di atas al-haqq yang dominan hingga datang Kiamat. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam



“Sebagian umatku ada yang selalu melaksanakan perintah Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang keputusan Allah, dan mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Mu’adz berkata: dan mereka ada di Syam.“ (HR.Bukhari)

“Jika penduduk Syam rusak agamanya maka tak tersisa kebaikan di tengah kalian. Akan selalu ada satu kelompok dari umatku yang dimenangkan oleh Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang hari Kiamat

Doa Rasulullah SAW untuk negeri syam

Doa Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam meminta barokah untuk negeri Syam, dan harapan Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam agar penduduknya dihindarkan dari keburukan dan musibah.

Ya Allah, berilah kami barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para sahabat bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah berdoa: Ya Allah berilah kami barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para sahabat masih bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah saw menjawab: Di sana (nejed) terjadi gempa dan huru-hara, dan di sana muncul dua tanduk syetan. (HR. Bukhari)

Catatan: yang dimaksud dengan Nejed dalam hadits ini adalah Iraq.

Penduduk Syam diuji oleh Allah dengan penyakit tho’un (wabah pes) agar mendapat syahadah dan rohmat.

“Jibril datang kepadaku dengan membawa demam dan pes, aku menahan demam di Madinah dan aku lepaskan pes untuk negeri Syam, karena meninggal karena pes merupakan mati syahid bagi umatku, rahmat bagi mereka, sekaligus kehinaan bagi kaum kafir.” (HR. Imam Ahmad)

Negeri Syam dinaungi sayap malaikat rahmat

“Beruntunglah negeri Syam. Sahabat bertanya: mengapa ? Jawab Nabi saw: Malaikat rahmat membentangkan sayapnya di atas negeri Syam.” (HR. Imam Ahmad)

Syam adalah negeri iman dan Islam saat terjadi huru-hara dan peperangan dahsyat.

“Aku bermimpi melihat tiang kitab (Islam) ditarik dari bawah bantalku, aku ikuti pandanganku, ternyata ia adalah cahaya sangat terang hingga aku mengira akan mencabut penglihatanku, lalu diarahkan tiang cahaya itu ke Syam, dan aku lihat bahwa bila fitnah (konflik) terjadi maka iman terletak di negeri Syam.”

Syam merupakan pusat negeri Islam di akhir zaman

“Salamah bin Nufail berkata: aku datang menemui Nabi saw dan berkata: aku bosan merawat kuda perang, aku meletakkan senjataku dan perang telah ditinggalkan para pengusungnya, tak ada lagi perang. Nabi saw menjawab: Sekarang telah tiba saat berperang, akan selalu ada satu kelompok di tengah umatku yang unggul melawan musuh-musuhnya, Allah sesatkan hati-hati banyak kalangan untuk kemudian kelompok tersebut memerangi mereka, dan Allah akan memberi rizki dari mereka (berupa ghanimah) hingga datang keputusan Allah (Kiamat) dan mereka akan selalu demikian adanya. Ketahuilah, pusat negeri Islam adalah Syam. Kuda perang terpasang tali kekang di kepalanya (siap perang), dan itu membawa kebaikan hingga datangnya Kiamat.” (HR. Imam Ahmad)

Syam merupakan benteng umat Islam saat terjadinya malhamah kubro (perang dahsyat akhir zaman)

“Auf bin Malik al-Asyja’iy berkata: Aku menemui Nabi saw lalu aku ucapkan salam. Nabi saw: Auf ? Aku: Ya, benar. Nabi saw: Masuklah. Aku: Semua atau aku sendiri? Nabi saw: Masuklah semua. Nabi saw: Wahai Auf, hitung ada enam tanda Kiamat. Pertama, kematianku. Aku: Kalimat Nabi saw ini membuatku menangis sehingga Nabi saw membujukku untuk diam. Aku lalu menghitung: satu. Nabi saw: Penaklukan Baitul Maqdis. Aku: Dua. Nabi saw: Kematian yang akan merenggut umatku dengan cepat seperti wabah kematian kambing. Aku: Tiga. Nabi saw: Konflik dahsyat yang menimpa umatku. Aku: Empat. Nabi saw: Harta membumbung tinggi nilainya hingga seseorang diberi 100 dinar masih belum puas. Aku: Lima. Nabi saw: Terjadi gencatan senjata antara kalian dengan Bani Ashfar (bangsa pirang), lalu mereka mendukung kalian dengan 80 tujuan. Aku: Apa maksud tujuan? Nabi saw: Maksudnya panji. Pada tiap panji terdisi dari 12.000 prajurit. Benteng umat Islam saat itu di wilayah yang disebut Ghouthoh, daerah sekitar kota Damaskus.” (HR. Imam Ahmad)

Catatan: Daerah bernama Ghauthah masih ada hingga kini, tak berobah namanya, dan letaknya memang dekat Damaskus.

Pasukan terbaik akhir zaman ada di Syam dan Allah menjamin kemenangan mereka.

“Pada akhirnya umat Islam akan menjadi pasukan perang: satu pasukan di Syam, satu pasukan di Yaman, dan satu pasukan lagi di Iraq. Ibnu Hawalah bertanya: Wahai Rasulullah, pilihkan untukku jika aku mengalaminya. Nabi saw: Hendaklah kalian memilih Syam, karena ia adalah negeri pilihan Allah, yang Allah kumpulkan di sana hamba-hamba pilihan-Nya, jika tak bisa hendaklah kalian memilih Yaman dan berilah minum (hewan kalian) dari kolam-kolam (di lembahnya), karena Allah menjamin untukku negeri Syam dan penduduknya.” (HR. Imam Ahmad)

Kematian Dajjal terjadi di Syam

“Al-Masih Dajjal akan datang dari arah timur, ia menuju Madinah, hingga berada di balik Uhud, ia disambut oleh malaikat, maka malaikat membelokkan arahnya ke Syam, di sana ia dibinasakan, di sana dibinasakan.” (HR. Imam Ahmad)

“Dajjal akan keluar di tengah Yahudi Asfahan hingga mencapai Madinah, ia singgah di perbatasannya, saat itu Madinah memiliki 7 pintu pada tiap pintu dijaga oleh 2 malaikat, maka penduduk Madinah yang jahat bergabung dengan Dajjal, hingga bila mereka mencapai pintu Ludd, Isa as turun lalu membunuhnya, dan sesudah itu Isa as hidup di dunia 40 tahun sebagai pemimpin yang adil dan hakim yang bijak.” (HR. Imam Ahmad)

Syam adalah negeri titik temu dan titik tolak

“Kalian akan dikumpulkan di sana – tangannya menunjuk ke Syam – jalan kaki atau naik kendaraan maupun berjalan terbalik (kepala di bawah) … “(HR. Imam Ahmad)

“Maimunah bertanya kepada Nabi saw: Wahai Nabi Allah, jelaskan kepada kami tentang Baitul Maqdis. Maka Nabi saw menjawab: Dia adalah negeri titik bertolak dan titik berkumpul, datanglah ke sana dan sholatlah di sana, karena sholat di sana bernilai 1000 kali sholat di tempat lain.” (HR. Ahmad)

Selasa, 16 Februari 2016

Mengenal Istilah Dalam Hadist

Mengenal Istilah Dalam Hadist - Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits

Muttafaq 'Alaih

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.

Mengenal Istilah Dalam Hadist - Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits


As Sab'ah

As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:
  • Imam Ahmad
  • Imam Bukhari
  • Imam Muslim
  • Imam Abu Daud
  • Imam Tirmidzi
  • Imam Nasa'i
  • Imam Ibnu Majah

As Sittah

Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.

Al Khamsah

Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Al Arba'ah

Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Ats tsalatsah

Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

Perawi

Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.

Sanad

Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.

Matan

Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.

Senin, 15 Februari 2016

Keutamaan Al-Falaq dan An-Naas

Surat Al Falaq dan Surah An Naas adalah dua surah terakhir dalam kitab suuci Al Quran yang disebut juga Al-Muawwidzatain atau surah memohon perlindungan. Kedua surah ini tidak pernah ada dan tidak ada tandingannya dengan ilmu ilmu yang ada pada kitab kitab terdahulu. Dan kedua surah ini merupakan doa memohon perlindungan yang ampuh kepada Allah azza wa jalla dari gangguan sihir, gangguan jin dan gangguan mata yang dengki (penyakit ain). Dan biasa digunakan dalam pengobatan ruqyah syar'iyyah.

Surah memohon perlindungan kepada Allah

Alasan yang membuat Allah azza wa jalla menurunkan dua surah ini kepada Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah sebagai doa perlindungan dari banyaknya kekuatan kekuatan jahat baik dari setan yang berwujud jin dan setan yang berwujud manusia yang hendak menyakiti dan menghalangi umat muslim dengan cara cara sihir dan pandangan iri dan dengki. Dan dengan ayat ini hanya kepada Allah sajalah umat muslim memohon perlindungan dan memohon pertolongan.
Surat Al Falaq dan Surah An Naas adalah dua surah terakhir dalam kitab suuci Al Quran yang disebut juga Al-Muawwidzatain atau surah memohon perlindungan. Kedua surah ini tidak pernah ada dan tidak ada tandingannya dengan ilmu ilmu yang ada pada kitab kitab terdahulu. Dan kedua surah ini merupakan doa memohon perlindungan yang ampuh kepada Allah azza wa jalla dari gangguan sihir, gangguan jin dan gangguan mata yang dengki (penyakit ain). Dan biasa digunakan dalam pengobatan ruqyah syar'iyyah.



Di antara keutamaan-keutamaannya surat Al Falaq dan Surat An Naas adalah sebagai berikut.

Tidak ada yang menyerupai surah ini di kitab terdahulu

Tidak ada surat yang menyerupainya—yang digunakan untuk beristi’adzah (minta perlindungan)—di dalam Taurat, Injil, bahkan al-Qur’an. Al-Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Tidakkah kamu melihat ayat-ayat yang diturunkan pada malam ini? Tidak ada yang semisal dengannya sama sekali. Ayat-ayat tersebut adalah surat Qul a’udzu birabbil falaq dan Qul a’udzu birabbin nas.”

Benteng dari penyakit ain

Keduanya membentengi diri dari penyakit ‘ain (penyakit akibat pandangan yang berbahaya, baik pandangan bangsa jin maupun manusia).
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam beristi’adzah dari penyakit ‘ain, baik dari bangsa jin maupun manusia.

Dapat menghilangkan sakit dengan ijin Allah

Membacanya dapat menghilangkan rasa sakit. Diriwayatkan oleh al-Imam Malik dengan sanad yang shahih, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam merasakan sakit, beliau membaca al-Mu’awwidzatain dan meniupkannya pada kedua telapak tangan kemudian mengusapkannya pada daerah yang sakit.

Sebagai doa perlindungan ketika hendak tidur

Surat al-Falaq dan an-Nas menjadi benteng ketika seseorang bermalam (tidur). Caranya disebutkan oleh hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, yaitu dengan menggabungkan kedua telapak tangan, meniup pada keduanya, kemudian membaca pada keduanya surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas. Setelah itu, kedua telapak tangan diusapkan ke badan, dimulai dari kepala dan wajah, hingga anggota badan yang bisa dijangkau. Hal ini dilakukan tiga kali. (HR. al-Bukhari no. 5017 dan Muslim no. 2192)
Kedua surat ini termasuk surat yang paling sering dibaca, sebagai zikir pagi dan zikir petang, bacaan surat dalam shalat, dan yang telah disebutkan di atas.

Selasa, 09 Februari 2016

Larangan Gambar di Islam dan Hubungannya dengan Sihir

Salah satu media sihir santet teluh itu adalah foto atau gambar dari korban atau target. Dengan foto si korban, dukun sihir bisa memvisualisasi dan membuat para jin jin suruhan dukun santet itu bergerak tepat sasaran ke orang yang dituju.Walau untuk keberhasilannya itu tergantung dari kehendak Allah karena bisa jadi Allah hendak memberikan cobaan kepada hambanya yang telah melanggar larangan-Nya untuk membuat gambar dan menutup aurat. (dan jika sihir itu sudah kena maka pengobatan secara ruqyah lah penawarnya)

Salah satu media sihir santet teluh itu adalah foto atau gambar dari korban atau target. Dengan foto si korban, dukun sihir bisa memvisualisasi dan membuat para jin jin suruhan dukun santet itu bergerak tepat sasaran ke orang yang dituju.Walau untuk keberhasilannya itu tergantung dari kehendak Allah karena bisa jadi Allah hendak memberikan cobaan kepada hambanya yang telah melanggar larangan-Nya untuk membuat gambar dan menutup aurat. (dan jika sihir itu sudah kena maka pengobatan secara ruqyah lah penawarnya)



Foto digunakan sebagai media sihir

Dan media foto sebagai sarana untuk melancarkan sihir ini memang yang paling mudah di dapat. Dengan perkembangan tekhnologi serta social media yang banyak dimana mana maka tinggal comot di facebook atau instagram dari korban. Dan yang paling sering digunakan itu untuk melancarkan sihir mahabah seperti yang pernah dibahas di posting Pelet Mahabah dan Cara Menghancurkannya, dan banyak ilmu santet yang menggunakan media foto sebagai salah satu sarana nya. Atau jika bukan karena sihir maka penyakit ain atau pandangan mata takjub atau dengki juga bisa menyerang melalui media foto. Ini paling sering dialami oleh bayi atau anak kecil yang tiba tiba sakit dan mempunyai tanda tanda terkena ain seperti yang pernah dibahas di postingan Ciri Terkena Penyakit Ain dan Cara Menyembuhkannya.

Nah, dari sini tentu ada satu hubungan antara foto / gambar korban sebagai media sihir dengan larangan Allah untuk para hambanya mengenai gambar patung dan lukisan mahluk bernyawa. Dan seperti yang kita tahu hadits-hadits yang melarang menggambar makhluk bernyawa sangat banyak, ada beberapa lafazh yang diriwayatkan oleh sahabat berbeda sehingga dianggap sebagai beberapa hadits. Berikut ini hanya sebagian di antaranya:

Malaikat tidak masuk rumah yang ada gambar

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:

اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

“Jibril alaihissalam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5270)

Mirip dengan hadit ini dari hadits Aisyah riwayat Muslim, hadits Ibnu Umar riwayat Al-Bukhari, dan hadits-hadits lainnya.

Malaikat tidak masuk rumah yang ada patung




Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لا تَدْخُلُ الْمَلائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ تَمَاثِيلُ أَوْ تَصَاوِيرُ

“Para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar.” (HR. Muslim no. 5545)

Lebih jelasnya silahkan baca 20 rumah yang tidak akan dimasuki malaikat rahmat

Rasulullah memerintahkan gambar dalam Ka'bah untuk di hapus


Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا الْأَزْلَامُ فَقَالَ قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِالْأَزْلَامِ قَطُّ

“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimasssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad no. 3276)

Rasulullah melarang membuat gambar

Hadits Jabir radhiallahu anhu dia berkata:

نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. At-Tirmizi no. 1671 dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”)

Jangan pernah biarkan gambar tidak dihapus

Hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya:

أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pulan kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969)

Dalam riwayat An-Nasai, “Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kamu hapus.”

Manusia paling berat siksaannya adalah pembuat gambar

Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ

“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525 dan ini adalah lafazhnya)

Dalam riwayat Muslim:

أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ

“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”

Dari Ali radhiallahu anhu dia berkata:

صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk datang. Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar, maka beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5256)

Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:

إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya. Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528)

Allah menantang pembuat gambar untuk menghidupkan apa yang mereka gambar


Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً

“Allah Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Kenapa mereka tidak menciptakan lalat atau kenapa mereka tidak menciptakan semut kecil (jika mereka memang mampu)?!” (HR. Al-Bukhari no. 5953, Muslim no. 2111, Ahmad, dan ini adalah lafazhnya)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)

Dari An-Nadhr bin Anas radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

“Siapa saja yang menggambar suatu gambar di dunia maka pada hari kiamat dia akan dibebankan untuk meniupkan roh ke dalamnya padahal dia tidak akan sanggup meniupkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 5541)

Rasulullah melaknat pembuat gambar

Dari Abu Juhaifah radhiallahu anhu dia berkata:

أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم لَعَنَ الْمُصَوِّرَ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat penggambar.” (HR. Al-Bukhari no. 5962)

Akan ada mahluk dari neraka yang menyiksa para penggambar
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يَخْرُجُ عُنُقٌ مِنْ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ تبْصِرُان وَأُذُنَانِ تسْمَعُان ، وَلِسَانٌ يَنْطِقُ يَقُولُ : إِنِّي وُكِّلْتُ بِثَلاثَةٍ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ وَبِكُلِّ مَنْ ادَّعَى مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَالْمُصَوِّرِينَ

“Akan keluar sebuah leher dari neraka pada hari kiamat, dia mempunyai 2 mata yang melihat, 2 telinga yang mendengar, dan lisan yang berbicara. Dia berkata, “Saya diberikan perwakilan (untuk menyiksa) tiga (kelompok): Semua yang keras kepala lagi penentang, semua yang beribadah bersama Allah sembahan yang lain dan para penggambar”. (HR. At-Tirmizi no. 2574 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani)

Para penggambar akan merasakan siksaan paling keras di hari kiamat

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para penggambar.” (HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)

Yang Terlarang Hanyalah Gambar Makhluk Bernyawa


Sebagian besar hadits-hadits di atas larangannya bersifat umum mencakup semua jenis gambar. Hanya saja sebagian hadits lainnya memberikan pembatasan bahwa yang terlarang di sini hanyalah menggambar gambar makhluk yang bernyawa.

Di antara hadits-hadits yang memberikan pembatasan ini adalah:

Hadits no. 6 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu. Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan agar bagian kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah beliau akan masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan larangan hanya berlaku pada gambar yang bernyawa karena gambar orang tanpa kepala tidaklah bisa dikatakan bernyawa lagi.

Hadits no. 13 dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma. Sisi pendalilannya bahwa Allah menyuruh untuk menghidupkan gambar yang dia gambar. Ini menunjukkan bahwa yang terlarang hanyalah gambar makhluk yang bisa hidup (bernyawa).

Hadits setelahnya pada no. 14 dari An-Nadhr bin Anas radhiallahu anhu. Sisi pendalilannya bahwa para penggambar diperintahkan untuk meniupkan roh pada gambarnya, maka ini menunjukkan tidak mengapa menggambar gambar makhluk yang tidak memiliki roh/nyawa.

Menguatkan hadits no. 6 di atas, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ

“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak ada lagi gambar.” (HR. Al-Baihaqi: 7/270 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani)

Sebagai tambahan juga ada dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ, يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسٌ يُعَذَّبُ بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Setiap penggambar berada dalam neraka, setiap gambar yang dia telah gambar akan diberikan jiwa (dihidupkan oleh Allah) yang dengan gambar itu dia akan disiksa di dalam Jahannam.”

Lalu Ibnu Abbas berkata, “Jika kamu harus untuk menggambar maka gambarlah pohon dan apa saja yang tidak mempunyai nyawa.” (HR. Al-Bukhari no. 2225 dan Muslim no. 5540)

Menghilangkan segala gambar mahluk bernyawa, foto, patung juga merupakan salah satu syarat jika ingin meruqyah rumah atau toko atau tempat usaha dalam rangka ikhtiar mendapatkan keberkahan Allah dalam rumah dan tempat usaha. Lebih jelas silahkan baca di Cara meruqyah rumah toko atau tempat tinggal.

Dan juga jika memang seperti di atas maka segala perintah dan larangan dari Allah dan Rasul-Nya wajib kita taati. Karena inilah bentuk dari Sami'na Wa Atho'na: "Kami Dengar dan kami Ta'at"

Senin, 08 Februari 2016

Macam Macam Hadits Menurut Perawinya

Macam Macam Hadits Menurut Perawinya

Macam macam hadist menurut perawinya sesuai ksepakatan ulama dibagi menjadi 2 yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad.  Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya Perawi:

A. Hadits Mutawatir

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
  • Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
  • Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.
  • Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.


B. Hadits Ahad

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At Tirmidzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu

1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
  • Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
  • Harus bersambung sanadnya
  • Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
  • Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
  • Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
  • Tidak cacat walaupun tersembunyi.
2. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.

3. Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.

Azab Dan Nikmat Kubur Tinjauan Hadist

Azab atau siksaan alam kubur dan nikmat atau nikmat kubur pasti akan dialami oleh manusia. Karena tidak ada satupun mahluk di dunia ini yang dapat menghindar dari kematian. Dan saat kematian datang menjemput maka tahapan selanjutnya hanya dua yaitu mendapatkan adzab atau siksaan alam kubur ataukah mendapatkan nikmat kubur. Ada sebuah hadist yang cukup panjang yang menjelaskan perjalanan roh manusia saat mengalami kematian sampai kepada tahapan ruh itu dihadapkan kepada pertanyaan pertanyaan oleh  2 orang malaikat yaitu Malaikat Munkar dan malaikat Nakir.

Azab atau siksaan alam kubur dan nikmat atau nikmat kubur pasti akan dialami oleh manusia. Karena tidak ada satupun mahluk di dunia ini yang dapat menghindar dari kematian. Dan saat kematian datang menjemput maka tahapan selanjutnya hanya dua yaitu mendapatkan adzab atau siksaan alam kubur ataukah mendapatkan nikmat kubur. Ada sebuah hadist yang cukup panjang yang menjelaskan perjalanan roh manusia saat mengalami kematian sampai kepada tahapan ruh itu dihadapkan kepada pertanyaan pertanyaan oleh  2 orang malaikat yaitu Malaikat Munkar dan malaikat Nakir.



Berikut haditsnya, diriwayatkan oleh Bara' bin 'Azib :
Kami keluar bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama seorang jenazah laki-laki dari kaum Anshar, ketika sampai di pemakaman dan jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat, maka Rasulullah duduk dan kami pun ikut duduk di sekitar beliau, seolah-olah ada burung yang hinggap di atas kepala kami.

Di tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ada sebatang kayu yang beliau gunakan untuk menggores-gores tanah, kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kepalanya sambil bersabda :

"Berlindunglah kalian kepada Allah dari adzab kubur." mengulangnya dua atau tiga kali, kemudian berkata, ‘Sesungguhnya seorang hamba mukmin (beriman) apabila telah terputus dari kehidupan dunia dan mendekati kehidupan akhirat, turunlah kepadanya para Malaikat dari langit dengan wajah mereka yang putih seperti matahari, bersama mereka kain kafan dari kain-kain kafan di surga dan wewangian dari wewangian yang ada di surga lalu mereka duduk sejauh mata memandang, setelah itu datanglah Malaikat Maut (Malakul Maut) sampai duduk di dekat kepalanya, kemudian dia (Malaikat Maut) berkata,

‘Wahai jiwa yang thoyyib (baik), keluarlah menuju ampunan dari Allah dan ridha-Nya.’

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka ruh itu pun keluar seperti air yang mengalir dari wadahnya, lalu Malaikat maut mengambilnya, setelah itu para Malaikat yang lainnya tidak membiarkan ruh itu di tangan Malaikat maut, mereka langsung mengambilnya dan meletakkannya di kain kafan dan wewangian, kemudian keluar darinya bau seperti harumnya bau misk.

Beliau berkata, ‘Maka para Malaikat pun naik ke langit membawa ruh tersebut, dan tidaklah mereka melewati sekelompok Malaikat yang di langit kecuali mereka semua berkata, ‘Ruh siapakah yang sangat baik ini?’

Mereka menjawab, ‘Ini adalah Fulan bin Fulan.’ Mereka memanggilnya dengan nama yang terbaik yang mereka memanggilnya dengan nama tersebut di dunia, hingga mereka sampai di langit dunia. Lalu mereka meminta izin agar dibukakan pintu baginya, maka pintu langit pun dibukakan bagi mereka, dan para Malaikat di setiap langit mengantar ruh itu ke langit berikutnya, hingga sampailah ia di langit yang ketujuh.

Kemudian Allah 'Azza wa Jalla berfirman, ‘Tulislah kitab amal hamba-Ku di ‘Illiyiin dan kembalikanlah ia ke bumi karena darinyalah Aku menciptakan mereka dan kepadanyalah Aku mengembalikan mereka dan darinya pula Aku akan membangkitkan mereka.’

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka ruhnya pun dikembalikan ke jasadnya, lalu datang dua Malaikat kepadanya yang kemudian mendudukkannya dan

bertanya kepadanya, ‘Siapa Rabb-mu?’

Maka ia menjawab, ‘Rabb-ku adalah Allah.’

Lalu mereka bertanya lagi, ‘Apa agamamu?’

Dia menjawab, ‘Agamaku Islam.’

Mereka bertanya lagi, ‘Apa tugas lelaki yang diutus kepadamu?’

Dia berkata, ‘Dia adalah Rasulullah.’

Mereka bertanya lagi, ‘Dan apakah ilmu-mu / pengetahuanmu?’

Dia berkata, ‘Aku telah membaca al-Qur-an, kemudian aku mengimaninya dan aku mempercayainya.’

Maka setelah itu terdengarlah suara panggilan dari langit ‘Hambaku telah membenarkan, karena itu bentangkanlah untuknya surga, pakaikan pakaian dari Surga, dan bukakan pintu surga.’

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, ‘Maka, terciumlah olehnya wangi Surga, Setelah itu kuburnya diperluas selebar pandangan matanya.’

Beliau berkata, ‘Setelah itu dia didatangi oleh seorang laki-laki yang tampan wajahnya, indah pakaiannya, harum baunya, orang ini berkata, ‘Berbahagialah engkau, ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu.’

Maka ia bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang mendatangkan kebaikan?’

Orang itu menjawab, ‘Aku adalah amal kebaikanmu.’

Kemudian mayit itu berkata, ‘Ya Rabb, segerakanlah hari Kiamat agar aku bisa kembali ke keluargaku dan hartaku.’Baca juga:Tata cara memandikan jenazah

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, ‘Dan sesungguhnya seorang hamba yang kafir apabila telah terputus dari kehidupan dunia dan mendekati kehidupan akhirat, turunlah para Malaikat kepadanya dari langit yang wajah nya hitam, sambil membawa kain yang kasar, lalu mereka duduk sejauh mata memandang. Kemudian datanglah Malaikat Maut (Malakul Maut) dan ia duduk di samping kepalanya dan berkata,

‘Wahai jiwa yang khobits (jelek), keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.’ Beliau berkata, ‘Maka ruhnya berpisah dari badannya dan Malaikat maut mencabut ruhnya bagaikan mencabut besi dari kain wool yang basah, kemudian ia mengambil ruh tersebut. Ketika Malaikat maut mengambilnya, Malaikat yang telah lama duduk menunggu tidak membiarkan ruh itu berada di tangan Malaikat maut, mereka langsung menaruhnya di kain kasar yang mereka bawa, lalu keluarlah dari kain tersebut bau bangkai yang sangat busuk yang pernah ada di muka bumi.

Kemudian mereka naik ke langit membawa ruh tersebut dan tidaklah mereka melewati se-kelompok Malaikat kecuali mereka semua bertanya, ‘Ruh siapakah yang sangat buruk ini (khobits)?’ Malaikat-Malaikat yang membawanya berkata, ‘Ini Fulan bin Fulan.’ Mereka memanggilnya dengan nama yang terjelek yang pernah ia miliki di dunia, hingga akhirnya mereka sampai di langit dunia. Kemudian mereka meminta izin agar dibukakaan pintu bagi ruh tersebut, tetapi pintu langit tidak dibukakan baginya.’ Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah,

"Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk Surga, hingga unta masuk ke lubang jarum’ (QS. Al-A’raaf : 40)

Kemudian Allah 'Azza wa Jalla berfirman, ‘Tulislah amal perbuatannya di Sijjin yang terletak di bumi lapisan bawah.’ Maka, ruhnya pun dilempar ke bumi. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah:

"Barangsiapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.’ (QS. Al-Hajj : 31)

Kemudian ruhnya dikembalikan ke jasadnya, lalu ia didatangi dua Malaikat yang

kemudian mendudukkannya sambil bertanya, ‘Siapa Rabb-mu?’

Dia menjawab, ‘Ha... ha..., aku tidak tahu.’

Lalu mereka bertanya lagi, ‘Apa agamamu?’

Dia menjawab, ‘Ha... ha... aku tidak tahu.’

Mereka bertanya lagi, ‘Apa tugas lelaki yang diutus kepadamu ?’

Dia menjawab, ‘Ha...ha... aku tidak tahu.’

Lalu terdengarlah suara dari langit, ‘Sungguh dia telah berdusta, maka bentangkanlah jalannya ke Neraka, bukakan pintu ke Neraka.’ Maka ia pun merasakan hawa panasnya Neraka, kemudian kuburnya dipersempit hingga tulang rusuknya bertemu, kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki yang jelek rupanya, jelek pakaiannya dan sangat busuk baunya, dan laki-laki itu berkata,

‘Celakalah engkau dengan kabar buruk yang engkau terima, ini adalah hari yang telah dijanjikan kepadamu.’

Lalu mayit itu bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang meampakkan keburukan.’
Laki-laki itu menjawab, ‘Aku adalah amal perbuatanmu yang jelek.’

Kemudian mayit itu pun berkata, ‘Wahai Rabb jangan engkau tegakkan hari Kiamat.’ Dalam riwayat lain dikatakan, ‘Kemudian didatangkan kepadanya seorang laki-laki yang buta, tuli, lagi bisu, dan di tangannya ada sebuah palu godam yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur lebur menjadi debu. Lalu ia dipukul dengan godam tersebut hingga hancur menjadi debu, kemudian Allah mengembalikan tubuhnya seperti semula, lalu ia dipukul lagi dan ia pun berteriak dengan kencang yang bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia."

Hadits ini Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4753), Ahmad (IV/287-288, 295-296), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 753), Hakim (I/ 37-40). Hadits ini dishahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Lihat juga Ahkamul Jana'iz (hlm. 199-202)

Sabtu, 06 Februari 2016

Apa yang dimaksud Hadits Qudsi

Secara bahasa kata القدسي dinisbahkan kepada kata القدس (suci). Artinya, hadits yang dinisbahkan kepada Dzat yang Maha suci, yaitu Allah Ta'ala.
Dan secara istilah (terminologis) definisinya adalah
ما نقل إلينا عن النبي صلى الله عليه وسلم مع إسناده إياه إلى ربه عز وجل
Sesuatu (hadits) yang dinukil kepada kita dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang disandarkan beliau kepada Rabb-nya.

Sesuatu (hadits) yang dinukil kepada kita dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang disandarkan beliau kepada Rabb-nya.




Perbedaan Antara Hadîts Qudsi Dan al-Qur`an

Terdapat perbedaan yang banyak sekali antara keduanya, diantaranya adalah:
  • Bahwa lafazh dan makna al-Qur`an berasal dari Allah Ta'ala sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian, alias maknanya berasal dari Allah Ta'ala namun lafazhnya berasal dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
  • Bahwa membaca al-Qur`an merupakan ibadah sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
  • Syarat validitas al-Qur'an adalah at-Tawâtur (bersifat mutawatir) sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
Jumlah Hadîts-Hadîts Qudsi

Dibandingkan dengan jumlah hadits-hadits Nabi, maka Hadîts Qudsiy bisa dibilang tidak banyak. Jumlahnya lebih sedikit dari 200 hadits.

Contoh

Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di dalam kitab Shahîh-nya dari Abu Dzarr radliyallâhu 'anhu dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkan beliau dari Allah Ta'ala bahwasanya Dia berfirman,
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا
"Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Ku dan menjadikannya diantara kamu diharamkan, maka janganlah kamu saling menzhalimi (satu sama lain)." (HR.Muslim)

Lafazh-Lafazh Periwayatannya

Bagi orang yang meriwayatkan Hadîts Qudsiy, maka dia dapat menggunakan salah satu dari dua lafazh-lafazh periwayatannya:
1. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya 'Azza Wa Jalla
2. قال الله تعالى، فيما رواه عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم
Allah Ta'ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dari-Nya

Buku Mengenai Hadîts Qudsiy

Diantara buku yang paling masyhur mengenai Hadîts Qudsiy adalah kitab
الاتحافات السنية بالأحاديث القدسية (al-Ithâfât as-Saniyyah Bi al-Ahâdîts al-Qudsiyyah) karya 'Abdur Ra`uf al-Munawiy. Di dalam buku ini terkoleksi 272 buah hadits.

(SUMBER: Buku Taysîr Musthalah al-Hadîts, karya DR.Mahmûd ath-Thahhân, h.127-128)

Keutamaan Fadhillah Membaca Ayat Qursy

Keutamaan dan fadhillah membaca ayat qursy (atau ayat kursi) sangat banyak sekali. Ini didasari banyaknya hadist dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan keutamaan dan fadhillah membaca dan meresapi ayat Qursy:

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu, dia berkata,

“Aku mendatangi Nabi sallallahu alaihi wa sallam – sementara beliau di dalam masjid. Maka akupun duduk." Kemudian beliau bertanya,”Apakah anda telah shalat?" Aku menjawab, “Belum." Beliau mengatakan, “Berdiri dan tunaikan shalat." Maka aku berdiri menunaikan shalat kemudian duduk. Beliau berkata, “Wahai Abu Dzar berlindunglah kepada Allah dari keburukan setan manusia dan jin." Saya bertanya, “Wahai Rasulullah apakah ada syetan dari jenis manusia?" Beliau menjawab, “Ya." Aku bertanya, “Wahai Rasulullah (bagaimana dengan) shalat?" Beliau menjawab, “Dia adalah sebaik-baiknya perkara, yang ingin sedikit atau banyak, silakan ambil sesukanya." Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, (bagaimana dengan) puasa?" Beliau menjawab, “Kewajiban yang berpahala, dan pada sisi Allah terdapat tambahan." Wahai Rasulullah bagaimana dengan shodaqah?" beliau menjawab, “Dilipat gandakan." Aku bertanya, “Manakah yang paling utama?" Beliau menjawab, “Semangat dari (orang yang) kekurangan atau (memberikan) kesenangan kepada orang fakir." Aku bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah para nabi yang pertama?" Beliau menjawab, “Adam." Aku bertanya, “Apakah dia seorang Nabi?" Beliau menjawab, “Ya. Seorang nabi yang pernah diajak berbicara (dengan Allah)." Aku bertanya, “Berapakah (jumlah) para Rasul?" Beliau menjawab, “Tiga ratus tiga belas, bilangan yang banyak. Dan beliau pernah mengatakan, lima belas. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, (ayat) apakah yang paling agung yang diturunkan kepada anda?" Beliau menjawab, “Ayat kursi ‘Allahu lailaha illa huwal hayyul Qayyum." (HR. An-Nasai)

Keutamaan dan fadhillah membaca ayat qursy (atau ayat kursi) sangat banyak sekali. Ini didasari banyaknya hadist dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan keutamaan dan fadhillah membaca dan meresapi ayat Qursy:




“Dari Ubay yaitu bin Ka’ab, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bertanya kepadanya tentang ayat apakan yang paling agung dalam Kitabullah, beliau menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau ulang pertanyaannya beberapa kali. Kemudian dia menjawab, “Ayat kursi." Maka beliau mengatakan, “Selamat bagi anda wahai Abu Mundzir dengan ilmu anda. Demi yang jiwaku yang ada di tangan-Nya. Sesungguhnya (ayat Kursi) mempunyai mulut dan dua bibir yang disucikan para Malaikat di kaki Arsy.” (Muslim telah meriwayatkannya, akan tetapi dalam teksnya tidak ada tambahan ‘Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya dan seterusnya)

Dari Abdullah bin Ubay bin Ka’ab, sesungguhnya ayahnya telah memberitahukan bahwa beliau mempunyai sekantong kurma. Berkata, "Dahulu ayahku menjaganya, dan didapati ternyata berkurang." Beliau mengatakan, maka beliau menjaga pada suatu malam. Ternyata di dapati hewan mirip anak yang akan balig. Berkata, saya memberikan salam kepadanya dan dia menjawabnya. "Saya bertanya siapakah anda? Jin atau manusia." Dia menjawab, “Jin." Dia berkata, ‘Maka saya katakan kepadanya, tolong tanganmu saya pegang." kemudian tangannya memegangku ternyata tangan anjing dan rambut anjing. Saya bertanya, “Apakah ini bentuk penciptaan jin?" Dia menjawab, “Anda telah mengetahui jin dan apa yang ada di dalamnya. juga ada yang lebih mengerikan dari ini." Saya bertanya, “Apa yang mendorongmu melakukan ini?" Dia menjawab, “Telah sampai kepadaku bahwa anda termasuk orang yang senang bershadaqah. Maka saya ingin mendapatkan bagian makanan anda." Ayahku bertanya kepadanya, “Apa yang dapat melindungi kami dari kamu?" Dia menjawab, “Ayat kursi ini." Kemudian keesokan harinya beliau mendatangi Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan memberitahukan (kisahnya), maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jin yang jahat itu benar."

Bukhari telah menyebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mewakilkan kepadaku untuk menjaga (gudang tempat) zakat Ramadan. Kemudian ada orang datang dan mengambil makanan, maka dia aku tangkap. Aku katakan, “Akan aku laporkan engkau kepada Rasulullah sallallahu alihi wa sallam." Dia berkata, “Lepaskan aku, karena aku orang yang sangat membutuhkan. Aku punya keluarga dan sangat membutuhkan sekali." Maka saya lepaskan dia. Ketika pagi hari Nabi sallallahu alaihi wa sallam berkata, “Wahai Abu Hurairah apa yang dilakukan tawananmu semalam?" Saya menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengeluh sangat membutuhkan sekali dan mempunyai tanggungan keluarga, sehingga saya kasihan dan saya lepaskan dia." Beliau mengomentari, “Dia telah berbohong dan nanti dia akan kembali. Saya tahu dia akan kembali karena sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam bahwa dia akan kembali. Sehingga saya mengintainya, kemudian dia datang dan mengambil makanan. Lalu saya tangkap. Saya katakan kepadanya, “Saya akan laporkan engkau kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam." Dia berkata, “Tolong lepaskan diriku karena aku membutuhkan dan mempunyai tanggungan keluarga, dan saya tidak akan kembali," Sayapun kasihan, maka dia saya lepaskan.

Ketika pagi hari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan tawananmu semalam." Saya menjawab, “Dia mengeluh mempunyai keperluan dan tanggungan keluarga, sahingga saya kasihan dan melepaskan dia." Beliau mengomentari, “Sesungguhnya dia telah membohongimu dan dia akan kembali." Maka saya intai yang ketiga kalinya. Kemudian dia datang dan mengambil makanan kemudian saya pegang. Saya katakan kepadanya, “Saya akan laporkan engkau kepada Rasulullah dan ini yang ketiga kali bahwa kamu tidak akan datang, tapi kamu masih datang. Dia mengatakan, “Lepaskan diriku, akan aku ajarkan kepadamu kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadamu." Saya menjawab, “Apa itu?" Dia menjawab, “Jika anda ingin berbaring di ranjang, maka bacalah ayat kursi ‘Allahu lailaha illa huwal hayyul Qoyyum’ sampai akhir ayat. Allah akan senantiasa menjaga anda dan setan tidak akan mendekati anda sampai pagi hari." Maka dia saya lepaskan.

Ketika pagi hari, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadaku, “Apa yang dilakukan tawananmu semalam?" Saya menjaawab, “Wahai Rasulullah, dia mengaku bahwa dia akan mengajarkan kepadaku kalimat yang dengan itu Allah akan memberikan manfaat kepadaku, sehingga aku lepaskan dia." Beliau bertanya, “Ayat apakah itu?" Saya menjawab, “Dia mengatakan kepadaku, ketika anda ingin tidur di ranjang anda, maka bacalah ayat kursi dari awal sampai akhri ayat. Allahu lailaha illa huwal hayyul Qoyyum’ dan dia mengatakan kepadaku, Allah akan senantiasa menjagamu dan syetan tidak akan mendekati anda sampai pagi hari." Dan mereka sangat bersungguh-sungguh terhadap suatu kebaikan. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dia telah benar kepadamu padahal dia adalah pendusta. Apakah anda tahu dengan siapa anda berbicara selama tiga malam wahai Abu Hurairah?" Saya menjawab, “Tidak." Beliau mengatakan, “Itu adalah setan. "

Dalam redaksi lain, “Aku pernah menangkap salah seoranga dari kalangan jin yang fakir, maka dia aku lepaskan. Kemudian dia kembali yang kedua dan ketiga. Saya katakan, “Bukankah engkau telah berjanji tidak akan kembali? Saya tidak akan melepas kamu sampai saya bawa kamu kepada Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam." Dia mengatakan, “Jangan anda lakukan, jika engkau melepaskan diriku, saya akan ajarkan kepadamu kalimat yang jika engkau baca tidak seorangpun dari jenis jin, baik yang kecil maupun besar, laki-laki maupun perempuan, dapat mendekatimu." Saya katakan kepadanya, “Apakah kamu pasti akan melakukannya?" Dia menjawab, “Ya." Saya berkata, “Apa ayat itu?" Dia menjawab, "Allahu lailaha illa huwal hayyul Qoyyum…. Dia membaca ayat kursi hingga terakhir. Maka saya lepaskan dia dan dia pergi tidak pernah kembali lagi. Kemudian Abu hurairah menceritakan hal itu kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Kemudian beliau sallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Bukankah engkau tahu, bahwa (ayat Kursi) memang seperti itu (keutamaannya)."

Telah diriwayatkan oleh Nasa’i dari Ahmad bin Muhammad bin Ubaidillah dari Syu’aib bin Harb dari Ismail bin Muslim dari Abu Al-Mutakil dari Abu Hurairah. Dan tadi telah ada dari Ubay bin Ka’b kejadian seperti ini juga. Ini ada tiga peristiwa.

Abu Ubaid berkata dalam kitab Al-Gharib, kami telah diberitahukan oleh Abu Muawiyah dari Abu Asyim Al-Qofi dari Sya’bi dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Seseorang keluar dan bertemu dengan jin. Lalu jin itu berkata, “Apakah kamu dapat bergulat denganku. Jika kamu dapat mengalahkanku, aku akan ajarkan kamu suatu ayat yang kalau kamu baca ketika masuk rumah, setan tidak akan masuk.' Kemudian dia berkelahi dan dapat mengalahkannya. Dia berkata, “Saya lihat kamu kecil lagi kurus. Kedua tanganmu seperti tangan anjing. Apakah kamu semua seperti ini wahai jin atau kamu diantara mereka?" (jin) mengatakan, “Saya di antara mereka termasuk kurus. Maka bisa diulangi pertarungan. Kemudian bertarung lagi dan dikalahkan oleh manusia. Maka dia berkata, “Hendaklah engkau membaca ayat kursi. Tidaklah seseorang membacanya ketika masuk rumah, kecuai setan akan keluar. Dia punya suara buang angin seperti keledai." Dikatakan kepada Ibnu Mas’ud, “Apakah orang itu adalah Umar?" Beliau menjawab, “Siapa lagi yang dapat seperti itu kalau bukan Umar."

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa salalm bersabda,

سورة البقرة فيها آية سيدة آي القرآن لا تقرأ في بيت فيه شيطان إلا خرج منه: آية الكرسي

“Dalam surat Al-baqarah ada ayat-ayat utama dari ayat Al-Qur’an. Tidaklah engkau membacanya di dalam rumah, kecuali setan akan keluar. Itu adalah ayat Kursi.”

Begitu juga yang diriwayatkan dari jalan lain dari Zaidah dari Hakim bin Jubair kemudian mengatakan, “Sanadnya shahih. Dan belum dikeluarkan oleh keduanya. Demikian dikatakan.

Telah diriwayatkan oleh Tirmizi dari hadits Zaidah dengan redaksi, "Setiap sesuatu ada puncaknya. Dan puncak Al-Qur’an adalah surat Al-Baqarah. Di dalamnya ada ayat mulia yakni Al-Qur’an yaitu ayat kursi." Kemudian dia berkata, hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Hakim bin Jubair. Syu’bah telah memperbincangkannya dan melemahkannya. Saya berkata, “Bagitu juga Ahmad, Yahya bin Main dan selain dari kedua imam tersebut melemahkannya. Ibnu Mahdi meninggalkannya sementara As-Sa’di (dituduh) berbohong.

Dari Ibnu Umar dari Umar bin Khatab radhiallahu anhu, suatu ketika beliau menemui orang-orang yang sedang menghadapi hidangan, lalu bertanya, “Siapa diantara kalian yang dapat memberitahukan kepadaku ayat yang paling agung di Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu mengatakan, “Saya yang akan menyampaikan, saya mendengar dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أعظم آية في القرآن "الله لا إله إلا هو الحي القيوم".

“Ayat yang paling agung dalam Al-Qur’an adalah ‘Allahu lailaha illa huwal hayyul Qoyyum’.

Terkait dengan kandungannya, ada nama Allah yang agung. Imam Ahmad mengatakan, ‘Dari Asma’ binti Yazid bin Sakan berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu alaiahi wa sallam bersabda:

في هاتين الآيتين "الله لا إله إلا هو الحي القيوم" و "الم الله لا إله إلا هو الحي القيوم" إن فيهما اسم الله الأعظم

"Dalam dua ayat ini 'Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum' dan 'Alif laam miim, Allahu laa ilaaha illah huwal hayyul qayyum', pada keduanya ada nama Allah yang agung."

(HR. Abu Daud dari Musaddad dan Tirmizi dari Ali bin Khosyrram. Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah)

Ketiganya dari Isa bin Yunus dari Ubaidillah bin Abu Ziyad. Tirmizi mengomentari; Hasan shahih.

Dari Abu Umamah, dia nyatakan bersumber dari Nabi, “Nama Allah yang agung, apabila Dia diminta dengannya akan dikabulkan, ada di tiga (surat); Surat Al-Baqarah, Ali Imron dan Thaha.

Hisyam berkata, dia adalah Ibnu Amar Khatib Damaskus, "Adapun yang terdapat dalam surat Al-Baqarah adalah, "الله لا إله إلا هو الحي القيوم", dan dalam surat Ali Imran adalah "الم الله لا إله إلا هو الحي القيوم" sedangkan dalam surat Thaha, adalah "وعنت الوجوه للحي القيوم"..

Dari Abu Umamah, tentang keutamaan membacanya setelah shalat fardu, dia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

من قرأ دبر كل صلاة مكتوبة آية الكرسي لم يمنعه من دخول الجنة إلا أن يموت.

“Barangsiapa yang membaca ayat kursi setiap setelah selesai fardhu, tidak ada yang dapat menghalanginya masuk surga kecuali dia meninggal dunia.”
(Diriwayatkan oleh Nasai di kitab Al-Yaum Wal Lailah dari Hasan bin Basyar. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya dari hadits Muhammad bin Humair beliau dari Himsi, dia termasuk perawi Bukhari juga. Sanadnya sesuai syarat Bukhari)

Wallahua'lam .

Rabu, 09 September 2015

Apa yang dimaksud dengan Hadits Hasan

Secara bahasa (etimologi) Kata Hasan (حسن) merupakan Shifah Musyabbahah dari kata al-Husn (اْلحُسْنُ) yang bermakna al-Jamâl (الجمال): kecantikan, keindahan.
Secara Istilah (teriminologi)
Sedangkan secara istilah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama hadits mengingat pretensinya berada di tengah-tengah antara Shahîh dan Dla’îf. Juga, dikarenakan sebagian mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua bagiannya saja.

Apa yang dimaksud dengan Hadits Hasan



Berikut beberapa definisi para ulama hadits dan definisi terpilih:

1. Definisi al-Khaththâby : yaitu, “setiap hadits yang diketahui jalur keluarnya, dikenal para periwayatnya, ia merupakan rotasi kebanyakan hadits dan dipakai oleh kebanyakan para ulama dan mayoritas ulama fiqih.” (Ma’âlim as-Sunan:I/11)

2. Definisi at-Turmudzy : yaitu, “setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak ada periwayat yang tertuduh sebagai pendusta, hadits tersebut tidak Syâdzdz (janggal/bertentangan dengan riwayat yang kuat) dan diriwayatkan lebih dari satu jalur seperti itu. Ia-lah yang menurut kami dinamakan dengan Hadîts Hasan.” (Jâmi’ at-Turmudzy beserta Syarah-nya, [Tuhfah al-Ahwadzy], kitab al-‘Ilal di akhirnya: X/519)

3. Definisi Ibn Hajar: yaitu, “Khabar al-Ahâd yang diriwayatkan oleh seorang yang ‘adil, memiliki daya ingat (hafalan), sanadnya bersambung, tidak terdapat ‘illat dan tidak Syâdzdz, maka inilah yang dinamakan Shahîh Li Dzâtih (Shahih secara independen). Jika, daya ingat (hafalan)-nya kurang , maka ia disebut Hasan Li Dzâtih (Hasan secara independen).” (an-Nukhbah dan Syarahnya: 29)

Syaikh Dr.Mahmûd ath-Thahhân mengomentari, “Menurut saya, Seakan Hadits Hasan menurut Ibn Hajar adalah hadits Shahîh yang kurang pada daya ingat/hafalan periwayatnya. Alias kurang (mantap) daya ingat/hafalannya. Ini adalah definisi yang paling baik untuk Hasan. Sedangkan definisi al-Khaththâby banyak sekali kritikan terhadapnya, sementara yang didefinisikan at-Turmudzy hanyalah definisi salah satu dari dua bagian dari hadits Hasan, yaitu Hasan Li Ghairih (Hasan karena adanya riwayat lain yang mendukungnya). Sepatutnya beliau mendefinisikan Hasan Li Dzâtih sebab Hasan Li Ghairih pada dasarnya adalah hadits lemah (Dla’îf) yang meningkat kepada posisi Hasan karena tertolong oleh banyaknya jalur-jalur periwayatannya.”

Definisi Terpilih
Definisi ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Ibn Hajar dalam definisinya di atas, yaitu:
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil, yang kurang daya ingat (hafalannya), dari periwayat semisalnya hingga ke jalur terakhirnya (mata rantai terakhir), tidak terdapat kejanggalan (Syudzûdz) ataupun ‘Illat di dalamnya.”

Hukumnya
Di dalam berargumentasi dengannya, hukumnya sama dengan hadits Shahîh sekalipun dari sisi kekuatannya, ia berada di bawah hadits Shahih. Oleh karena itulah, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya. Demikian juga, mayoritas ulama hadits dan Ushul menjadikannya sebagai hujjah kecuali pendapat yang aneh dari ulama-ulama yang dikenal keras (al-Mutasyaddidûn). Sementara ulama yang dikenal lebih longgar (al-Mutasâhilûn) malah mencantumkannya ke dalam jenis hadits Shahîh seperti al-Hâkim, Ibn Hibbân dan Ibn Khuzaimah namun disertai pendapat mereka bahwa ia di bawah kualitas Shahih yang sebelumnya dijelaskan.” (Tadrîb ar-Râwy:I/160)

Contohnya
Hadits yang dikeluarkan oleh at-Turmudzy, dia berkata, “Qutaibah menceritakan kepada kami, dia berkata, Ja’far bin Sulaiman adl-Dluba’iy menceritakan kepada kami, dari Abu ‘Imrân al-Jawny, dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ariy, dia berkata, “Aku telah mendengar ayahku saat berada di dekat musuh berkata, ‘Rasulullah SAW., bersabda, “Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan pedang-pedang…” (Sunan at-Turmudzy, bab keutamaan jihad:V/300)

Hadits ini adalah Hasan karena empat orang periwayat dalam sanadnya tersebut adalah orang-orang yang dapat dipercaya (Tsiqât) kecuali Ja’far bin Sulaiman adl-Dlub’iy yang merupakan periwayat hadits Hasan –sebagaimana yang dinukil oleh Ibn Hajar di dalam kitab Tahdzîb at-Tahdzîb-. Oleh karena itu, derajat/kualitasnya turun dari Shahîh ke Hasan.

Tingkatan-Tingakatannya

Sebagaimana hadits Shahih yang memiliki beberapa tingkatan yang karenanya satu hadits shahih bisa berbeda dengan yang lainnya, maka demikian pula halnya dengan hadits Hasan yang memiliki beberapa tingkatan.

Dalam hal ini, ad-Dzahaby menjadikannya dua tingkatan:
Pertama, (yang merupakan tingkatan tertinggi), yaitu: riwayat dari Bahz bin Hakîm dari ayahnya, dari kakeknya; riwayat ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya; Ibn Ishaq dari at-Tîmiy. Dan semisal itu dari hadits yang dikatakan sebagai hadits Shahih padahal di bawah tingkatan hadits Shahih.

Ke-dua, hadits lain yang diperselisihkan ke-Hasan-an dan ke-Dla’îf-annya, seperti hadits al-Hârits bin ‘Abdullah, ‘Ashim bin Dlumrah dan Hajjâj bin Artha’ah, dan semisal mereka.

Tingkatan Ucapan Ulama Hadits, “Hadits yang
shahîh sanadnya” atau “Hasan sanadnya”


1. Ucapan para ulama hadits, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya” adalah di bawah kualitas ucapan mereka, “Ini adalah hadits Shahih.”

2. Demikian juga ucapan mereka, “Ini adalah hadits yang Hasan sanadnya” adalah di bawah kualitas ucapan mereka, “Ini adalah hadits Hasan” karena bisa jadi ia Shahih atau Hasan sanadnya tanpa matan (redaksi/teks)nya akibat adanya Syudzûdz atau ‘Illat.

Seorang ahli hadits bila berkata, “Ini adalah hadits Shahih,” maka berarti dia telah memberikan jaminan kepada kita bahwa ke-lima syarat keshahihan telah terpenuhi pada hadits ini. Sedangkan bila dia mengatakan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,” maka artinya dia telah memberi jaminan kepada kita akan terpenuhinya tiga syarat keshahihan, yaitu: sanad bersambung, keadilan si periwayat dan kekuatan daya ingat/hafalan (Dlabth)-nya, sedangkan ketiadaan Syudzûdz atau ‘Illat pada hadits itu, dia tidak bisa menjaminnya karena belum mengecek kedua hal ini lebih lanjut.

Akan tetapi, bila seorang Hâfizh (penghafal banyak hadits) yang dipegang ucapannya hanya sebatas mengatakan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,” tanpa menyebutkan ‘illat (penyakit/alasan yang mencederai bobot suatu hadits); maka pendapat yang nampak (secara lahiriah) adalah matannya juga Shahîh sebab asal ucapannya adalah bahwa tidak ada ‘Illat di situ dan juga tidak ada Syudzûdz.

Makna Ucapan at-Turmudzy Dan Ulama
Selainnya, “Hadits Hasan Shahîh”


Secara implisit, bahwa ungkapan seperti ini agak membingungkan sebab hadits Hasan kurang derajatnya dari hadits Shahîh, jadi bagaimana bisa digabung antara keduanya padahal derajatnya berbeda?. Untuk menjawab pertanyaan ini, para ulama memberikan jawaban yang beraneka ragam atas maksud dari ucapan at-Turmudzy tersebut. Jawaban yang paling bagus adalah yang dikemukakan oleh Ibn Hajar dan disetujui oleh as-Suyûthy, ringkasannya adalah:

1. Jika suatu hadits itu memiliki dua sanad (jalur transmisi/mata rantai periwayatan) atau lebih; maka maknanya adalah “Ia adalah Hasan bila ditinjau dari sisi satu sanad dan Shahîh bila ditinjau dari sisi sanad yang lain.”

2. Bila ia hanya memiliki satu sanad saja, maka maknanya adalah “Hasan menurut sekelompok ulama dan Shahîh menurut sekelompok ulama yang lain.”

Seakan Ibn Hajar ingin menyiratkan kepada adanya perbedaan persepsi di kalangan para ulama mengenai hukum terhadap hadits seperti ini atau belum adanya hukum yang dapat dikuatkan dari salah satu dari ke-duanya.

Pengklasifikasian Hadits-Hadits Yang Dilakukan Oleh
Imam al-Baghawy Dalam Kitab “Mashâbîh as-Sunnah”


Di dalam kitabnya, “Mashâbîh as-Sunnah” imam al-Baghawy menyisipkan istilah khusus, yaitu mengisyaratkan kepada hadits-hadits shahih yang terdapat di dalam kitab ash-Shahîhain atau salah satunya dengan ungkapan, “Shahîh” dan kepada hadits-hadits yang terdapat di dalam ke-empat kitab Sunan (Sunan an-Nasâ`iy, Sunan Abi Dâ`ûd, Sunan at-Turmdzy dan Sunan Ibn Mâjah) dengan ungkapan, “Hasan”. Dan ini merupakan isitlah yang tidak selaras dengan istilah umum yang digunakan oleh ulama hadits sebab di dalam kitab-kitab Sunan itu juga terdapat hadits Shahîh, Hasan, Dla’îf dan Munkar.

Oleh karena itulah, Ibn ash-Shalâh dan an-Nawawy mengingatkan akan hal itu. Dari itu, semestinya seorang pembaca kitab ini ( “Mashâbîh as-Sunnah” ) mengetahui benar istilah khusus yang dipakai oleh Imam al-Baghawy di dalam kitabnya tersebut ketika mengomentari hadits-hadits dengan ucapan, “Shahih” atau “Hasan.”

Kitab-Kitab Yang Di Dalamnya
Dapat Ditemukan Hadits Hasan


Para ulama belum ada yang mengarang kitab-kitab secara terpisah (tersendiri) yang memuat hadits Hasan saja sebagaimana yang mereka lakukan terhadap hadits Shahîh di dalam kitab-kitab terpisah (tersendiri), akan tetapi ada beberapa kitab yang di dalamnya banyak ditemukan hadits Hasan. Di antaranya yang paling masyhur adalah:

1. Kitab Jâmi’ at-Turmudzy atau yang lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzy. Buku inilah yang merupakan induk di dalam mengenal hadits Hasan sebab at-Turmudzy-lah orang pertama yang memasyhurkan istilah ini di dalam bukunya dan orang yang paling banyak menyinggungnya.
Namun yang perlu diberikan catatan, bahwa terdapat banyak naskah untuk bukunya tersebut yang memuat ungkapan beliau, “Hasan Shahîh”, sehingga karenanya, seorang penuntut ilmu harus memperhatikan hal ini dengan memilih naskah yang telah ditahqiq (dianalisis) dan telah dikonfirmasikan dengan naskah-naskah asli (manuscript) yang dapat dipercaya.

2. Kitab Sunan Abi Dâ`ûd. Pengarang buku ini, Abu Dâ`ûd menyebutkan hal ini di dalam risalah (surat)-nya kepada penduduk Mekkah bahwa dirinya menyinggung hadits Shahih dan yang sepertinya atau mirip dengannya di dalamnya. Bila terdapat kelemahan yang amat sangat, beliau menjelaskannya sedangkan yang tidak dikomentarinya, maka ia hadits yang layak. Maka berdasarkan hal itu, bila kita mendapatkan satu hadits di dalamnya yang tidak beliau jelaskan kelemahannya dan tidak ada seorang ulama terpecayapun yang menilainya Shahih, maka ia Hasan menurut Abu Dâ`ûd.

3. Kitab Sunan ad-Dâruquthny. Beliau telah banyak sekali menyatakannya secara tertulis di dalam kitabnya ini.

(SUMBER: Kitab Taysîr Musthalah al-Hadîts karya Dr. Mahmûd ath-Thahhân, h. 45-50)

Jumat, 04 September 2015

Mengenal Ilmu Hadist

Definisi HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.

MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
 

Mengenal Ilmu Hadits




Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits

Rawi
, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
 

Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
  1. As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
    1. Ahmad
    2. Bukhari
    3. Turmudzi
    4. Nasa'i
    5. Muslim
    6. Abu Dawud
    7. Ibnu Majah
  2. As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
  3. Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
  4. Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
  5. Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
  6. Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
  7. Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
 
Gambaran Sanad

Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
  1. Hadits Shohih, adalah hadits yang  diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
  2. Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
  3. Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
  4. Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.
     
Syarat-syarat Hadits Shohih

Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
  • Rawinya bersifat Adil
  • Sempurna ingatan
  • Sanadnya tidak terputus
  • Hadits itu tidak berillat dan
  • Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :
  • Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
  • Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
  • Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
  • Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.
  Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
  • Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
  • Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
  • Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
  • Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
  • Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
  • Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
  • Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan).
  • Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
  • Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
  • Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
  • Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.
  • Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
  • Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
  • Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
  • Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis.
  • Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
  • Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
  • Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
  • Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.

Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal  dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."

Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
  1. Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
  2. Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
  3. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.

Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :


[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.

Syarat syarat hadits mutawatir
  1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
  2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
  3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.

Klasifikasi hadits Ahad
  1. Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
  2. Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
  3. Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi


Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi

Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :
  • Qala ( yaqalu ) Allahu
  • Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
  • Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
  • Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
  • Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
  • Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
  • Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.

Bid'ah

Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  tidak menyontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.

Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.

"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.

Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.

Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.

Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:
  1. Yang wajib dibenarkan (diterima).
  2. Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
  3. Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya:
  1. Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits).
  2. Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
  3. Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
  4. Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).
     
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
  • Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
  • Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
  • Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
  • Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
  • Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.

Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
  • Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
  • Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
  • Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad Nashruddin Al-Albany;  Kitab Hadits Maudhlu -  Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah; Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin Al-Albany);  Kitab Mushtholahul Hadits -  A. Hassan)

Artikel Terbaru